Udayanainsight - Bandara Internasional Sana’a kembali bergetar pada Rabu (28/5), zionis Israel menembakkan rudal presisi ke landasan pacu menargetkan pesawat Airbus A320 milik Yemenia Airways — satu‑satunya pesawat sipil tersisa yang dijadwalkan mengangkut jemaah haji Yaman ke Jeddah. Rekaman video yang beredar di media sosial memperlihatkan puluhan calon jemaah berlarian panik, meninggalkan pesawat yang menjadi target serangan.
Serangan 28 Mei 2025 merupakan pukulan lanjutan setelah
Israel membombardir bandara yang sama pada 6 Mei 2025, aksi yang kala itu
sudah melumpuhkan menara kontrol dan menghanguskan tiga armada Yemenia.
Yemenia Airways sedianya mengoperasikan dua penerbangan
per hari selama sembilan hari ke depan guna memberangkatkan Jemaah haji
Yaman. Dengan musnahnya A320 registrasi 7O‑AFA, maskapai terpaksa menangguhkan
seluruh penerbangan dari dan menuju Sana’a hingga batas waktu yang belum
ditentukan.
Pelanggaran Terang‑Terangan atas Hukum Humaniter
Hal ini tentunya
menambah deretan pelanggaran yan dilakukan zionis israel terhadap fasilitas
sipil saat melakukan operasi militer. Bandara sipil dan pesawat
komersial termasuk obyek sipil yang dilindungi di bawah
Pasal 52 (1) Protokol I
Konvensi Jenewa 1949. Menyerang mereka tanpa adanya tujuan
militer konkret merupakan kejahatan perang menurut
Pasal 8(2)(b)(ii) Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Serangan
yang secara langsung menghalangi kebebasan menjalankan ibadah pun melanggar
Pasal 18 Deklarasi Universal HAM tentang kebebasan beragama.
Militer Israel mengklaim serangan ini sebagai balasan atas peluncuran dua rudal Houthi yang berhasil dicegat di atas wilayah Negev sehari sebelumnya. Namun dalih tersebut gugur ketika target yang dihancurkan adalah fasilitas sipil murni, bukan instalasi militer Houthi. Serangan ini mempertegas pola impunitas Israel: dari Gaza, Lebanon, Suriah, hingga kini Yaman — semuanya menunjukkan sikap serampangan terhadap aturan perang.