Udayanainsight – Di tengah meningkatnya
ketegangan di Timur Tengah, Angkatan Laut Amerika Serikat telah mengerahkan
lima kapal perusak berpeluru kendali berkemampuan pertahanan rudal balistik di
Laut Mediterania. Pengerahan ini dilakukan menyusul serangkaian serangan rudal
balistik Iran terhadap zionis israel. Namun, langkah ini menimbulkan pertanyaan
serius mengenai peran Washington dalam konflik yang bermula dari agresi Israel
terhadap Iran.
Konflik saat yang telah memicu kekhawatiran akan perang
skala penuh ini dimulai pada 12 Juni 2025, ketika zionis israel melancarkan
serangan udara terhadap Iran sebagai bagian dari "Operation Rising
Lion". Serangan-serangan zionis israel ini dilaporkan telah menewaskan
sedikitnya 657 orang dan melukai 2.037 lainnya di Iran, termasuk 263 warga
sipil, telah mencapai kota-kota seperti Rasht di Laut Kaspia.
Meskipun zionis israel mengklaim serangan tersebut
diperlukan untuk menghambat program nuklir Iran, Teheran bersikeras bahwa
program nuklirnya bersifat damai. Penilaian Amerika Serikat dan negara-negara
lain juga menunjukkan bahwa Iran tidak memiliki upaya untuk mengembangkan
senjata nuklir sejak tahun 2003. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang tuduhan
zionis israel dalam memulai serangan yang mematikan tersebut.
Sebagai balasan atas serangan zionis israel yang terus
berlanjut, Iran membalas dengan meluncurkan lebih dari 370 rudal dan ratusan
drone ke israel sejak 13 Juni. Serangan balasan Iran ini telah menargetkan
lokasi-lokasi di Haifa, Beersheba, Tel Aviv, Azor, dan wilayah israel Tengah.
Intervensi Amerika Serikat
Gagalnya sistim pertahanan Iron Dome, David's Sling, serta
sistem Arrow (Arrow 2 dan Arrow 3) menghalau rudal-rudal balistik Iran membuat
kota-kota zionis israel hancur dan mengalami kerusakan parah. Sistim pertahanan
yang dikatakan sebagai sistim pertahanan paling canggih ternyata mampu ditembus
oleh rudal milik Iran.
Menanggapi hal ini, Amerika Serikat mengerahkan lima kapal
perusak – USS Paul Ignatius (DDG-117), USS Oscar Austin (DDG-79), USS Arleigh
Burke (DDG-51), USS Thomas Hudner (DDG-116), dan USS The Sullivans (DDG-68) –
di Mediterania, serta USS Forrest Sherman (DDG-98) dan USS Truxtun (DDG-103) di
Laut Merah. Langkah ini dicurigai memperkuat sistem pertahanan rudal zionis israel.
Dengan tambahan armada AS, Iran kini secara efektif
menghadapi lebih dari 10 lapisan pertahanan rudal yang terpisah. Intervensi
militer AS ini berpotensi memperparah konflik dan memperluas cakupan
geografisnya. Laporan intelijen menunjukkan bahwa Iran telah bersiap untuk
menyerang pasukan AS jika Washington melancarkan serangan, dan milisi yang
didukung Iran juga telah setuju untuk menargetkan posisi AS di Irak. Pejabat
Houthi juga menyatakan kesiapan untuk mendukung Iran melawan israel.
Situasi ini menyoroti risiko besar dari keterlibatan pihak
eksternal dalam konflik yang kompleks, terutama ketika tindakan awal yang
memicu eskalasi berasal dari salah satu pihak yang didukung. Sementara
diplomasi masih diupayakan, dengan Menteri Luar Negeri Iran dijadwalkan bertemu
diplomat Eropa di Jenewa. Namun pengerahan militer AS ini dapat dilihat sebagai
langkah yang justru memperkeruh upaya de-eskalasi dan menambah ketegangan di
kawasan tersebut.